Catenaccio juga dilihat sebagai cara yang tidak fair. Dengan cara ini, tim yang memiliki skill pas-pasan dapat menang melawan tim dengan skill luar biasa jika "beruntung".
Ya, banyak yang beranggapan bahwa memainkan catenaccio adalah berharap keberuntungan. Berharap semua peluang lawan gagal dimanfaatkan. Berharap lawan lengah dan melakukan blunder. Berharap dapat hadiah penalti. Serta asa-asa lain yang terkesan didapat tanpa hasil kerja keras. Dari sinilah kemudian muncul anggapan bahwa catenaccio membuat sepakbola menjadi tidak menarik.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah benar itu cara bermain catenaccio? Sesederhana itukah metode permainan yang berhasil membawa Italia juara Piala Dunia 1982, dan membawa Inter Milan menjadi tim yang merajai Eropa pada era 60-an?
Catenaccio memang strategi untuk memperkuat lini pertahanan. Namun mengatakan ini adalah strategi yang hanya melulu soal menjegal lawan agar tak mencetak gol pun tidak dapat dikatakan sepenuhnya tepat.
Pada dasarnya, semua strategi dalam sepakbola diciptakan untuk meraih kemenangan. Dan itu tidak bisa dicapai jika tanpa gol. Jadi, menggunakan logika sederhana, setinggi apapun porsi pertahanan pada sebuah tim, pasti mereka juga memiliki rencana untuk menyerang.
Demikian juga dengan bertahan. Memasang grendel bukan sekadar memperbanyak orang pada daerah pertahanan. Ketika memenangkan Piala Dunia 1982, Italia mengalahkan antara lain Brasil dengan legendanya yang dianggap genial, Zico, di penyisihan Grup C. Apakah cukup hanya dengan meletakan 11 orang di sekeliling Zico untuk dapat meredam aksinya, tanpa perencanaan bagaimana kesebelas pemain itu bergerak? Hampir mustahil.
Tidak Sekadar Menumpuk Pemain
Kalau begitu, mari mengupas satu per satu cara bermain catenaccio. Wilayah pertahanan mungkin bagian yang tepat untuk memulainya, mengingat bagian inilah yang paling menjadi sorotan dari cara bermain catenaccio.
Sesuai dari nama yang diberikan, catenaccio --atau verrou menurut Karl Rappan di Swiss-- memiliki arti gembok atau grendel. Maksudnya adalah satu sistem pertahanan tak cukup hanya dengan menggunakan pagar, tapi juga perlu dipasangi sebuah gembok. Dan gembok yang dimaksud pada sistem sini adalah seorang sweeper.
Formasi Verrou, Karl Rappan
Ketika memainkan Verrou, Rappan memodifikasi formasi 2-3-5. Caranya adalah menggeser salah satu bek tengah menjadi lebih ke belakang.
Sekilas, formasi ini serupa dengan formasi 4-3-3 yang dipakai Jose Mourinho ketika awal melatih Chelsea, atau formasi 4-3-3 Brendan Rodgers yang kini sering dipakainya bersama Liverpool. Perbedaannya hanyalah Mourinho dan Rodgers tidak memakai sweeper pada barisan pertahanannya. Namun posisi para gelandang dan striker Verrou mirip dengan posisi gelandang dan striker formasi 4-3-3 yang dimainkan Mourinho dan Rodgers.
Secara permainan, Verrou bermain sebagaimana formasi lain memainkan polanya. Verrou tidak menumpuk kesebelas pemainnya untuk berdiri di daerah pertahanan mereka. Bahkan, jika mau dibandingkan dengan cara bermain Mourinho, Verrou malah lebih menyerang.
Mourinho sering kali menarik 2 penyerang sayapnya untuk lebih membantu ikut bertahan ketika diserang, sementara Verrou tidak melakukan itu. Kala lawan menggebrak, kedua winger Verrou akan tetap berada di depan bersama penyerang tengah.
Maka dari itu, pada awalnya formasi ini bukanlah formasi bertahan total. Verrou, yang merupakan cikal-bakal catenaccio, hanyalah formasi yang memodifikasi barisan pertahanannya dengan menambahkan seorang sweeper.
Memang, setelah lebih populer di Italia dengan nama catenaccio, formasi ini kemudian banyak dipakai oleh tim-tim kecil yang cenderung akan memainkan pertahanan total. Karena hal inilah kemudian catenaccio mulai identik dengan formasi bertahan yang dimainkan oleh tim kecil.
Namun tetap tidak bisa dibenarkan apabila catenaccio dikatakan bisa dimainkan oleh tim yang tidak memiliki skill mumpuni sekalipun. Dibutuhkan pemain cerdas dengan kemampuan positioning yang baik untuk dapat memainkan peran sweeper. Barisan pertahanan di depan sweeper pun mesti memiliki kemampuan bertahan dan berduel dengan pemain lawan sebagai syarat mutlak.
Fungsi Sweeper
Saat diserang, catenaccio memainkan man marking kepada setiap lawan yang masuk ke daerah pertahanan. Hanya sweeper yang tidak memiliki tugas untuk melakukan marking. Maka dari itu kemampuan bertahan dari setiap individu menjadi hal penting, karena merupakan suatu bencana besar dalam man marking jika terdapat satu pemain yang kalah duel dengan penyerang lawan.
Namun pada catenaccio, kelemahan besar cara bertahan man marking ini dapat ditutup dengan keberadaan sweeper. Peran inilah yang jadi pelapis pertahanan jika para bek kalah duel dengan penyerang lawan. Hal inilah yang dimaksud sebagai gembok atau grendel.
Tak hanya dihalang pagar (barisan pertahanan), lawan masih juga masih harus membuka gemboknya (sweeper).
Tapi, menjadi pelapis bukan sekedar berada di belakang dan bersiap untuk menyapu bola/pemain yang lolos. Akan menjadi percuma jika sweeper baru hadir setelah pemain lawan melewati barisan pertahanan.
Sweeper harus selalu siap kapan pun pemain bertahan terlihat kesulitan menghadapi pemain lawan. Karena itulah pemain ini harus memiliki kemampuan membaca permainan dan positioning yang luar biasa.
Seorang sweeper tidak hanya dituntut untuk membaca permainan ketika bek di depannya sudah dilewati, tapi juga ketika sebelum rekannya mulai berduel dengan pemain lawan.
Penyerang lawan tentu bukan pemain yang hanya diam di satu tempat. Mereka akan bergerak ke sana-sini untuk mencoba melepaskan diri dari penjagaan lawan. Cara bertahan man marking mengharuskan pemain bertahan untuk mengikuti pergerakan pemain lawan, meski artinya keluar dari wilayah awal mereka.
Karena itulah akan sering terbuka ruang di daerah pertahanan akibat pergerakan pemain lawan ini. Di sinilah peran sweeper sudah harus dimulai. Sweeper harus berdiri di tempat yang paling tepat untuk dapat menutup ruang-ruang yang terbuka.
Maka dalam pertandingan, posisi sweeper tidak selalu berada paling belakang atau diantara barisan pertahanan dan kiper. Sweeper bisa berada sejajar dengan barisan pertahanan, juga bisa berada di depan barisan pertahanan.
Kecerdikan dari sweeper inilah yang membuat pertahanan catenaccio sulit untuk ditembus. Karena itu, salah besar jika sistem ini dapat dimainkan oleh tim dengan kemampuan biasa-biasa saja. Dibutuhkan barisan pertahanan yang sanggup berduel dengan pemain lawan serta seorang sweeper yang sangat cerdas.
Bagaimana Catenaccio Menyerang?
Selain masalah bertahan, terdapat satu hal lain yang sering terlewatkan ketika kita membicarakan catenaccio yaitu bagaimana cara mencetak gol?
Kenyataannya, catenaccio memang tidak memiliki keunikan tersendiri dalam hal pola penyerangan, dan caranya pun bisa berbeda-beda antara satu pelatih dengan pelatih lainnya. Bahka, antara catenaccio dan verrou pun memiliki cara menyerang yang tidak sama.
Mari kita lihat cara menyerang catenaccio Helenio Herrera saat melatih Inter Milan pada era 1960an dan catenaccio Enzo Bearzot saat melatih Italia di tahun 1982. Kedua tim ini bisa dikatakan 2 tim yang paling sukses dalam menggunakan catenaccio. Inter Milan sukses menjadi juara Liga Champions dua tahun berturut-turut di tahun 1964 dan 1965, sementara Italia tahun 1982 adalah juara dunia.
Kedua tim ini sama-sama menggunakan formasi dasar 3-5-2, dengan sweeper berada di belakang 2 bek tengah. Daerah sayap dipercayakan kepada dua fullback di kanan dan kiri, sementara 2 orang striker di depan berdiri tidak sejajar, dengan salah satu akan berdiri sedikit lebih ke belakang dan terkadang ikut membantu gelandang.
Catenaccio Herrera dan Bearzot sedikit berbeda pada barisan gelandang tengah. Berzoat lebih menggunakan 3 gelandang yang berdiri sejajar dan maju bersamaan saat menyerang. Sementara itu Herrera memiliki seroang gelandang bertahan, seorang gelandang tengah dan satu orang gelandang menyerang.
Pola penyerangan catenaccio Herrara dan Bearzot dititikberatkan pada fullback dan gelandang tengah mereka. Herrera memiliki Fachetti sebagai bek kiri. Ia menjadi fullback paling subur dengan mencetak 59 selama karirnya di Inter Milan. Sedangkan Bearzot memiliki Antonio Cabrini yang menyumbangkan satu assist pada final melawan Brasil di final Piala Dunia 1982.
Fullback adalah eksekutor dalam serangan catenaccio, sedangkan otak serangannya adalah gelandang tengah.
Luis Suarez adalah gelandang tengah yang menjadi andalan Herrera di Inter Milan. Menurut Jonathan Wilson dalam bukunya 'Inverting The Pyramid', Suarez adalah pemain yang selalu memulai serangan Inter Milan. Suarez memiliki kemampuan untuk langsung memberikan bola kepada 2 striker di depan, atau membuka opsi lain kepada fullback.
Sedangkan pada catenaccio Bearzot, tidak ada gelandang tengah yang mencolok diantara yang lain. Bearzot memiliki 3 gelandang tengah yang saling bahu-membahu baik saat membangun pertahanan maupun saat bertahan. Pada pertandingan final Piala Dunia 1982 Berzoat memasang Conti, Tardelli, dan Antognoni yang beradu dengan si jenius Socrates.
Gol pertama Italia kala itu merupakan tipikal gol serangan catenaccio Bearzot dan Herrera. Berawal dari permainan bola di tengah, bola dikirim kepada fullback di pinggir lapangan. Cabrini langsung mengirimkan umpan silang kepada penyerang di kotak penalti dan terjadilah gol.
Pola penyerangan ini lagi-lagi membantah pendapat bahwa catenaccio adalah permainan tim lemah yang tidak mempunyai pemain berkualitas. Untuk memainkan catenaccio, selain membutuhkan barisan pertahanan yang sudah disebutkan sebelumnya, juga harus memiliki gelandang pengatur serangan dan fullback yang berkualitas.
Juga jangan dilupakan bahwa catenaccio Herrera dan Bearzot sama-sama memiliki penyerang berdarah pembunuh di depan. Bearzot memiliki Paulo Rossi dan Herrera memiliki Sandro Mazzola. Dua striker inilah yang membuat perhatian bek lawan teralihkan, sehingga dapat memberikan keleluasaan bagi gelandang dan fullback untuk menyerang dari lini kedua.
Setiap pola permainan akan membutuhkan tipikal pemainnya masing-masing. Terlalu berlebihan rasanya jika mengatakan bahwa catenaccio membunuh permainan sepakbola. Sekilas memang permainan ini terlihat membosankan dan tidak menarik. Namun, jika kita lihat lebih dalam, terdapat keindahan tersendiri dari cara bermain catenaccio.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar