BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ki Hajar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara masa kecilnya bernama R.M. Soewardi
Surjaningrat, lahir di Jogjakarta pada hari Kamis Legi, tanggal 02 Puasa tahun
Jawa, bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1889 M. Ayahnya bernama G.P.H.
Surjaningrat putra Kanjeng Hadipati Harjo Surjo Sasraningrat yang bergelar Sri
Paku Alam ke-III. Ibunya adalah seorang putri keraton Jogjakarta yang lebih
dikenal sebagai pewaris Kadilangu keturunan langsung Sunan Kalijogo. Pada usia
39 tahun ia berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara[1].
Ki Hadjar Dewantara pertama kali masuk Europeesche Lagere School atau lebih dikenal dengan Sekolah Dasar
Belanda. Setelah tamat dari Europeesche Lagere School, Ki Hadjar melanjutkan
pelajarannya ke STOVIA, singkatan dari School Tot Opleiding Van Indische
Arsten. Ki Hadjar tidak menamatkan pelajaran di STOVIA, karena beasiswanya
dicabut setelah gagal menyelesaikan ujian kenaikan tingkat. Ki Hajar juga
mengikuti pendidikan sekolah guru yang disebut Lagere Onderwijs, hingga
berhasil mendapatkan ijasah[2].
Ketika di negeri Belanda perhatian Soewardi Soejaningrat
tertarik pada masalah-masalah pendidikan dan pengajaran di samping bidang sosial
politik. Ia menambah pengetahuannya dalam bidang pendidikan dan pada tahun 1915
memperoleh akte guru. Tokoh-tokoh besar dalam bidang pendidikan mulai
dikenalnya, antara lain; J.J. Rousseau, Dr. Frobel, Dr. Montessori,
Rabindranath Tagore, John Dewey, dan Kerschensteiner. Frobel ahli pendidikan
terkenal dari Jerman pendiri “Kindergarten”. Montessori sarjana wanita
dari Italia pendiri “Casa dei Bambini”. Rabindranath Tagore, pujangga
terkenal dari India, pendiri perguruan “Santi Niketan”[3].
Begitu besarnya
perhatian beliau terhadap masalah pendidikan, beliau mendirikan Perguruan
Nasional Taman Siswa yang didirikan pada tahun 1922. Karena begitu besar
jasanya terhadap perkembangan dunia pendidikan nasional di negeri ini , maka
setiap tanggal 02 Mei diperingati sebagai (Hari Pendidikan Nasional[4]).
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di
Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian
Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah
sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara.
Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan
20.000 rupiah tahun emisi 1998[5]. Beliau dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden
RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)[6].
Bapak Ki Hajar Dewantara ini terus berkiprah dalam dunia
pendidikan demi mewujudkannya warga Indonesia yang cerdas dan berwawasan luas.
Beliau mempertaruhkan hidupnya untuk memperjuangkan pendidikan hingga akhir
khayatnya. Beliau wafat pada tanggal 26 April 1959 di Jogjakarta dan dimakamkan
di Pemakaman Wijayabrata, Jogjakarta. Pemerintah Indonesia mengangkat Ki Hajar
Dewantara selaku Pahlawan Pergerakan
Nasional[7]
pada tahun 1959.
- Usaha Ki Hajar Dewantara dalam Pendidikan
Perhatian beliau yang begitu dalam terhadap bgidang
pendidikan, beliau melakukan beberapa usaha untuk mencapai cita-citanya
tersebut. Berikut ini beberapa usaha-usaha beliau :
1.
Perjuangan sebelum
mendirikan Taman Siswa[8]
:
a.
Sebelum memasuki lapangan
pendidikan beliau terlebih dahulu ia berjuang dalam lapangan politik. Beliau
bersama dengan rekan yang lain yaitu Dr. Douwes Dekker (Dr. Setiabudhi) dan Dr.
Cipto Mangunkusumo ia mendirikan suatu partai politik : Indische Partij (IP)
1912 yang bersifat revolusioner.
b.
Pada tahun 1912 belanda akan
mengadakan perayaan memperingati kemerdekaan Nederland 100 tahun (dari
pendindasan Napoleon), yang juga harus mengumpulkan uang sampai ke
pelosok-pelosok. Maka Ki Hajar Dewantara mengeluarkan brosur yang pertama,
berjudul “Als I Keens een Nederlander Was”
(Seandainya aku seorang Belanda)[9].
Berikut ini kutipan tulisan dari Ki Hajar Dewantara.
“If I am a Dutchman, I would not celebrate an independence
ceremony in the country where we ourselves, denied their rights of freedom.
Consistent with the way of the mind, it was not only unfair, but also
inappropriate to ask the Inlander (native Indonesian) to provide funds
for such festivities. The very idea of the independence festivities alone is
quite insulting for them, and now we also scour their pockets. Come on, away
with the physical and spiritual humiliation! Had I am a Dutchman, a particular
case that offends our friends and countrymen, is the fact that the inlanders required to participate and bankrolled
an activity that do not have the slightest importance for them”[10].
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan
pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri
kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi
juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan
itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan
sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan
batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku
dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu
kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya"[11].
c.
Sekembalinya ke tanah air ia
melanjutkan aksi politiknya pada tahun 1919 :
1)
Menjadi sekretaris Nasional
Indische Partij (NIP)
2)
Menjadi redaktu ke-3 majalah
NIP : “De Beweging”, “Persatuan India”, dan “Panggugah”.
d.
Karena semakin kejamnya
Pemerintah Belanda terhadap pergerakan rakyat dan agar pekerjaan untuk kepentingan
bangsa dapat bermanfaat, maka Ki Hajar Dewantara meninggalkan politik dan
memasuki lapangan pendidikan pada tahun
1921. Beliau menapaki sekolah “Adidarma”,
Kepunyaan kakanya R. M. Suryopranoto.
2.
Perjuangan setelah
mendirikan Taman Siswa[12]
a.
Pada tanggal 13 Juli 1922
Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara dan mula-mula bernama : “ National Onderwijs Institut Taman Siswa”
yang pertamadi Jogjakarta. Kemudian diubah menjadi “Perguruan Kebangsaan Taan
Siswa”.
Berikut
ini Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara terdiri atas beberapa
macam sebagai berikut[13]
:
1)
Taman Indria (setara dengan
TK) : Umur 5-6 tahun
2)
Taman Anak (Kelas I-III
Sekolah Rendah atau Sekolah Dasar) : Umur 6-10 tahun
3)
Taman Muda (Kelas IV-VI
Sekolah Rendah) : Umur 10-13 tahun
4)
Taman Dewasa (SMP)
5)
Taman Madya (SMA)
6)
Taman Guru
I.
Taman Guru B-1 (mendidik
calon guru untuk Taman Anak dan Taman Muda)
II.
Taman Guru B-2 (satu tahun
setelah Taman Guru B-1)
III.
Taman Guru B-3 (mendidik
calon guru untuk Taman Dewasa) Taman Guru B-3 terdiri ats dua bagian yaitu:
i.
Bagian A : Jurusan Ilmu
Pasti Alam
ii.
Bagian B : Jurusan Budaya
7)
Taman Guru Indria (mendidik
anak wanita yang ingin menjadi guru pada Taman Indria)
b.
Perjuangannya menemui
rintangan-rintangan yang tidak sedikit, namun dapat diatasinya.
c.
Zaman Jepang :
dikeluarkannya peraturan tentang “Sekolah Partikelir”. Yang diperbolehkan
dibuka hanya sekolah-0sekolah kejuruan saja (Kecuali sekolah guru), misalnya :
urusan rumah tangga, pertanian, perindustrian, dan lain-lain. Karena itu Taman
Dewasa diubah menjadi Taman Tani, sedangkan Taman Madya dan Taman Guru
dibubarkan. Ki Hajar Dewantara pindah ke Jakarta karena diangkat menjadi saqlah
seorang pemimpin “Putera” (Pusat Tenaga Rakyat) bersama dengan Ir. Soekarno,
Bung Hatta dan Kiai H. Mas Mansoer. Keempat tokoh tersebut yang kemudian
dikenal dengan empat serangkai.
d.
Jaman Indonesia merdeka,
beliau menjadi :
a.
Menteri PPK
b.
Anggota dan Wakil Ketua
Dewan Pertimbangan Agung
c.
Anggota Parlemen
d.
Mendapat gelar “Doktor Honoris Causa” (Doktor
Kehormatan) dalam ilmu Kebudayaan dari Universitas Negeri “Gajah Mada” pada
tanggal 19 Desember 1956.
- Teori Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
1.
Panca Dharma
Dalam
segala usaha Taman Siswa, baik yang mengenai pendidikan dan pengajaran, maupun
berhubungan sdengan organisasi ataupun adat istiadat dalam hidup ke taman
siswaaan ialah “Panca Dharma Taman Siswa[14]”
yang memuat lima syarat :
a.
Azas Kemerdekaan
Kemerdekaan
sebagai karunia Tuhan kepada semua makhluk manusia yang memberikan kepadanya
“hak untuk mengatur dirinya sendiri”.
b.
Azas Kodrat Alam
Diri
manusia menunjukkan adanya suatu kekuatan, sebagaimana telah ditentukan adanya
oleh kekuatan dari ilahi. Kekuatan ini perlu dikembangkan agar anak mencapai
keselamatan dan kebahagiaan hidup[15].
c.
Azas Kebudayaan
Membawa
kebudayaan kebangsaan itu kearah kemajuan dunia dan kepentingan hidup rakyat
lahir dan batin.
d.
Azas Kebangsaan
Melalui
azas kebangsaan tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan, malahan harus
menjadi bentuk dan fitrah kemanusiaan yang nyata. Oleh karena itu tidak
mengandung arti permusuhan dengan bangsa lain, melainkan mengandung rasa satu
dengan bangsa sendiri, rasa satu dalam suka dan duka, rasa satu dalam kehendak
menuju kepada kebahagiaan hidup lahir serta batin seluruh bangsa.
e.
Azas Kemanusiaan
Bahwa
darma tiap-tiap manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan, yang berarti
kemajuan manusia lahir dan batin yang setinggi-tingginya yang dapat dilihat
pada kesucian hati seseorang serta adanya rasa cinta kasih terhadap sesama
manusia dan terhadap makhluk Tuhan seluruhnya, yang bersifat keyakinan adanya
hukum kemajuan yang meliputi alam semesta.
2.
Pendidikan Karakter melelui
Tri Pusat Pendidikan
Menurut
Ki Hajar Dewantara dalam memfokuskan penyelenggaraan pendidikan dengan
“Tricentra” yang merupakan tempat pergaulan anak didik dan sebagai pusat
pendidikan yang amat penting[16].
Berikut ini yang terkandung dalam Tricentra :
a.
Pendidikan di lingkungan
keluarga
Lingkungan
pendidikan ini merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Orangtua
memegang peranan penting di dalam proses pendidikan[17].
b.
Pendidikan di lingkungan
perguruan
Keluarga
tentu tidak mampu memberikan semua kebutuhan pendidikan anak. Maka, keluarlah
harus dibentuk oleh sekolah. Oleh karena itu, pada prinsipnya sekolah hanyalah
menolong melayani kebutuhan yang belum dapat terlayani di dalam keluarga[18].
c.
Pendidikan di lingkungan
kemasyarakatan atau alam pemuda
Anak
perlu teman, perlu bergaul dengan teman dan orang lain agar mendapat wawasan
yang luas. Di dalam pergaulan inilah anak-anak mendapatkan pendidikan[19].
Menurut
Ki Hajar Dewantara tantang Tri pusat Pendidikan yaitu bahwa dalam mencapai
tujuan pendidikan tidak mungkin tercapai jika melalui satu jalur saja. Berikut
ini keterangan beliau tentang Tripusat Pendidikan[20]:
i.
Ketiga pusat pendidikan itu
harus berhubungan seakrab-akrabnya serta harmonis
ii.
Bahwa alam keluarga tetap
merupakan pusat pendidikan yang terpenting dan memberikan pendidikan budi
pekerti, agama, dan laku sosial
iii.
Bahwa perguruan sebagai
balai wiyata yang memberikan ilmu pengetahuan dan pendidikan keterampilan
iv.
Bahwa alam pemuda (yang
sekarang diperluas menjadi lingkungan/alam kemasyarakatan) sebagai tempat sang
anak berlatih membentuk watak atau karakter dan kepribadiannya.
v.
Dasar pemikiran Ki Hadjar
Dewantara ialah usaha untuk menghidupkan, menambah dan memberikan perasaan
kesosialan sang anak
3.
Sistem Pendidikan
Dalam
pelaksanaan pendidikan, Ki Hajar
Dewantara menggunakan “Sistem Among” sebagai perwujudan konsepsi beliau dalam
menempatkan anak sebagai sentral proses pendidikan. Dalam sistem Among, maka
setiap pamong (pengajar) sebagai pemimpin dalam proses pendidikan diwajibkan
bersikap : Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing
Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani[21].
a.
Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ing
ngarsa berarti di depan, atau orang yang lebih berpengalaman dan atau lebih
berpengatahuan. Sedangkan tuladha berarti memberi contoh, memberi
teladan. Jadi ing ngarsa sung tuladha mengandung makna, sebagai among
atau pendidik adalah orang yang lebih berpengetahuan dan berpengalaman,
hendaknya mampu menjadi contoh yang baik atau dapat dijadikan sebagai “Central
Figure” bagi siswa.
Dan di
dalam agama Islam lebih dikenal dengan Uswatun Khasanah اسوة حسنة) )yang dapt menjadi
suri tauladan yang baik karena perilakunya. Firman Allah dalam Q.S Al
Ahzab ayat 21[22] :
لقد كان لكم في رسو ل الله اسوة حسنة لمن كا ن يرجا الله واليوم الاخر
وذكرالله كثيرا
Artinya : “Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”
b. Ing
Madya Mangun Karsa
Mangun
karsa berarti membina kehendak, kemauan dan hasrat untuk mengabdikan diri kepada
kepentingan umum, kepada cita-cita yang luhur. Sedangkan ing madya berarti
di tengah-tengah, yang berarti dalam pergaulan dan hubungannya sehari-hari
secara harmonis dan terbuka. Jadi ing madya mangun karsa mengandung
makna bahwa pamong atau pendidik sebagai pemimpin hendaknya mampu
menumbuhkembangkan minat, hasrat dan kemauan anak didik untuk dapat kreatif dan
berkarya, guna mengabdikan diri kepada cita-cita yang luhur dan ideal.
c. Tutwuri
Handayani
Tutwuri
berarti
mengikuti dari belakang dengan penuh perhatian dan penuh tanggung jawab
berdasarkan cinta dan kasih sayang yang bebas dari pamrih dan jauh dari sifat authoritative,
possessive, protective dan permissive yang sewenang-wenang.
Sedangkan handayani berarti memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian
dan bimbingan yang memungkinkan anak didik atas inisiatif sendiri dan
pengalaman sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis kodrat pribadinya.
4. Corak dan Cara Pendidikan
Corak dan cara pendidikan menurut pandangan Ki Hadjar
Dewantara patut kita jadikan sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan
karakter. Corak pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara haruslah bersifat
nasional. Artinya secara nasional pendidikan harus memiliki corak yang sama
dengan tidak mengabaikan budaya lokal. Bangsa Indonesia yang terdiri dari
banyak suku, ras, dan agama hendaknya memiliki kesamaan corak dalam
mengembangkan karakter anak bangsanya. Hal ini penting untuk menghindari
terjadinya konflik fisik sebagai akibat banyaknya perbedaan[23].
Pemikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara bercorak nasional
pada awalnya muncul dalam rangka mengubah sistem pendidikan kolonial menjadi
sistem pendidikan nasional yang berdasarkan pada kebudayaan sendiri. Pendidikan
yang dicita-citakan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah Pendidikan Nasional. Hal
ini diinsyafi benar oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa perjuangan kemerdekaan
bangsa harus didasari jiwa merdeka dan jiwa nasional dari bangsa itu. Hanya
orang-orang yang berjiwa merdeka saja yang sanggup berjuang menuntut dan
selanjutnya mempertahankan kemerdekaan. Syaratnya ialah Pendidikan Nasional,
dan pendidikan merdeka pada anak-anak yang akan dapat memberi bekal kuat untuk
membangun karakter bangsa[24].
Cara mendidik menurut Ki Hadjar Dewantara disebutnya sebagai
“peralatan pendidikan”. Menurut Ki Hadjar Dewantara cara mendidik itu amat
banyak, tetapi terdapat beberapa cara yang patut diperhatikan[25],
yaitu:
a. Memberi contoh (Voorbelt)
b. Pembiasaan (Gewoontevorming)
c. Pengajaran (wulang,wuruk)
d. Laku (Zelfbeheersching)
e. Pengalaman lahir dan batin (lakoni lan ngrasa)
Cara pendidikan yang
disebutkan di atas
sangatlah tepat untuk
membangun karakter anak bangsa. Pemberian contoh yang disertai dengan
pembiasaan sangatlah tepat untuk menanamkan karakter pada peserta didik. Begitu
juga pengajaran (wulang-wuruk) yang
disertai contoh tindakan
(laku) akan mempermudah
peserta didik dalam menginternalisasi nilai-nilai
positif, sebagai bentuk
perwujudan karakter. Apalagi disempurnakan dengan pengalaman lahir
dan batin maka menjadi sempurnalah karakter peserta didik.
BAB
III
PENUTUP
- Kesimpulan
Ki Hajar Dewantara merupakan Bapak Pendidikan
Nasional yang memperjuangkan hak pendidikan bagi warga Indonesia. Beliau terus
berkiprah hingga akhir hayatnya. Beliau mendirikan Taman Siswa sebagai wujud usaha
dalam bidang pendidikan. Karena begitu besar jasanya terhadap perkembangan
dunia pendidikan nasional kita, maka pada tanggal kelahirannya dijadikan
sebagai “Hari Pendidikan Nasional” yaitu tanggal 02 Mei.
Menurut Ki Hajar Dewantara memfokuskan penyelenggaraan
lembaga pendidikan dengan Tricentra yang merupakan tempat pergaulan anak didik
dan sebagai pusat pendidikan. Tricentra tersebut meliputi :
1. Pendidikan di lingkungan keluarga
2. Pendidikan di lingkungan sekolah
3. Pendidikan di lingkungan masyarakat
Dalam pelaksanaan pendidikan,
Ki Hadjar Dewantara
menggunakan “Sistem Among”
sebagai perwujudan konsepsi beliau dalam
menempatkan anak sebagai sentral proses pendidikan. Dalam Sistem Among, maka setiap pamong
sebagai pemimpin dalam proses pendidikan
diwajibkan bersikap:
Ing ngarsa
sung tuladha, Ing
madya mangun karsa, dan Tutwuri
handayani.
DAFTAR PUSTAKA
Syukur, Fatah. 2012. SejarahPendidikan Islam. Semarang :PustakaRiski
Putra.
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir.2010. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Kencana.
Soeratman, Darsiti. 1985. Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Djumhur dan Danasaputra. 1959. Sejarah Pendidikan. Bandung : CV ILMU Bandung.
Rajak, Abdul Husain. 1995. Penyelenggaraan Sistem Pendidikan
Nasional.Solo : CV ANEKA.
Said.1981. Pendidikan Abad Keduapuluh dengan Latar Belakang
Kebudayaannya. Jakarta: Mutiara.
Komandoko, Gamal.2008. 125 Pahlawan dan Pejuang Nusantara.Jakarta : PT.
Buku Kita.
Sagimun. 1974. Ki Hajar Dewantara. Jakarta :Bhratara.
Hadi, Irna Soewito. 1985. Soewardi Soerjaningrat dalam pengasingan.
Jakarta : PN Balai Pustaka.
Supriyono, Dwi. 2009. Tokoh dan Pahlawan Kebangkitan Nasional. Semarang
: Aneka Ilmu.
[1] Djumhur dan Danasaputra, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung : CV ILMU
Bandung, 1959), h 169.
[2] Ibid, h 169.
[3] Dikutip dari “Makalah Pendidikan Karakter menurut Ki Hajar Dewantara”
oleh Haryanto. h 4, lihat http://www.scribd.com/doc/69970654/Pendidikan-Karakter-Menurut-Ki-Hajar-Dewantoro
[4] Abdul Rajak Husain, Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional, (Solo
: CV ANEKA Solo, 1995), h 139.
[5] Dikutip
dari Google: http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara hari Minggu, 07 Desember
2014, pukul 14:05, lihat Uang Kertas Bank
Indonesia Pecahan: Rp. 20.000,-, Bank Indonesia, diakses tanggal 26
April 2011.
[6] Dikutip
dari Google: http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara hari Minggu, 07 Desember 2014,
pukul 14:07,
lihat "DAFTAR
NAMA PAHLAWAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA"
[7] Gamal Komandoko, 125 Pahlawan dan Pejuang Nusantara, (Jakarta : PT.
Buku Kita), h 77.
[8] Ibid, h
169-171
[9] Sewaktu pemerintah
Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi,
untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada
tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi.
Ia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau
"Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom Ki Hajar Dewantara yang paling terkenal adalah
"Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een
Nederlander was"), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan
Douwes
Dekker, 13 Juli 1913. Isi artikel ini
terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda.
[10] Dikutip dari Google: http://en.wikipedia.org/wiki/Ki_Hajar_Dewantara hari Minggu, 07 Desember 2014,
pukul 14:07
[11] Dikutip dari Google: http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara hari Minggu, 07 Desember 2014,
pukul 14:07
[12] Gamal Komandoko, 125 Pahlawan dan Pejuang
Nusantara, (Jakarta : PT. Buku Kita), h 171-173
[13] Abdul Rajak Husain, Penyelenggaraan Sistem
Pendidikan Nasional, (Solo : CV ANEKA
Solo, 1995), h 139
[14] Djumhur dan Danasaputra, Sejarah Pendidikan
Islam, (Bandung :CV ILMU Bandung, 1959), h 175
[15] Dikutip dari google : http://fauzimerakbanten.blogspot.com/2012/05/peranan-ki-hajar-dewantara-dalam.html, hari senin 08 Desember 2014,
10:31.
[16] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kencana. 2010) h 224, lihat Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan,
(Jakarta: Renika Cipta, 1991), h 271-272
[17] Dikutip dari google : http://fauzimerakbanten.blogspot.com/2012/05/peranan-ki-hajar-dewantara-dalam.html
hari senin 08 Desember 2014, 10:31.
[18] Dikutip dari google : http://fauzimerakbanten.blogspot.com/2012/05/peranan-ki-hajar-dewantara-dalam.html
hari senin 08 Desember 2014, 10:31.
[19] Dikutip dari google : http://fauzimerakbanten.blogspot.com/2012/05/peranan-ki-hajar-dewantara-dalam.html
hari senin 08 Desember 2014, 10:31.
[20] Dikutip dari “Makalah Pendidikan Karakter
menurut Ki Hajar Dewantara” oleh Haryanto. h 7-8, lihat, http://www.scribd.com/doc/69970654/Pendidikan-Karakter-Menurut-Ki-Hajar-Dewantoro
hari senin 08 Desember 2014, 10:31.
h 26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar