LEO MESSI

LEO MESSI

Rabu, 10 Desember 2014

PENDIDIKAN MENURUT KI HAJAR DEWANTARA



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Ki Hajar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara masa kecilnya bernama R.M. Soewardi Surjaningrat, lahir di Jogjakarta pada hari Kamis Legi, tanggal 02 Puasa tahun Jawa, bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1889 M. Ayahnya bernama G.P.H. Surjaningrat putra Kanjeng Hadipati Harjo Surjo Sasraningrat yang bergelar Sri Paku Alam ke-III. Ibunya adalah seorang putri keraton Jogjakarta yang lebih dikenal sebagai pewaris Kadilangu keturunan langsung Sunan Kalijogo. Pada usia 39 tahun ia berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara[1].
Ki Hadjar Dewantara pertama kali masuk Europeesche Lagere School atau lebih dikenal dengan Sekolah Dasar Belanda. Setelah tamat dari Europeesche Lagere School, Ki Hadjar melanjutkan pelajarannya ke STOVIA, singkatan dari School Tot Opleiding Van Indische Arsten. Ki Hadjar tidak menamatkan pelajaran di STOVIA, karena beasiswanya dicabut setelah gagal menyelesaikan ujian kenaikan tingkat. Ki Hajar juga mengikuti pendidikan sekolah guru yang disebut Lagere Onderwijs, hingga berhasil mendapatkan ijasah[2].
Ketika di negeri Belanda perhatian Soewardi Soejaningrat tertarik pada masalah-masalah pendidikan dan pengajaran di samping bidang sosial politik. Ia menambah pengetahuannya dalam bidang pendidikan dan pada tahun 1915 memperoleh akte guru. Tokoh-tokoh besar dalam bidang pendidikan mulai dikenalnya, antara lain; J.J. Rousseau, Dr. Frobel, Dr. Montessori, Rabindranath Tagore, John Dewey, dan Kerschensteiner. Frobel ahli pendidikan terkenal dari Jerman pendiri “Kindergarten”. Montessori sarjana wanita dari Italia pendiri “Casa dei Bambini”. Rabindranath Tagore, pujangga terkenal dari India, pendiri perguruan “Santi Niketan[3].
 Begitu besarnya perhatian beliau terhadap masalah pendidikan, beliau mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa yang didirikan pada tahun 1922. Karena begitu besar jasanya terhadap perkembangan dunia pendidikan nasional di negeri ini , maka setiap tanggal 02 Mei diperingati sebagai (Hari Pendidikan Nasional[4]).
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998[5]. Beliau dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)[6].
Bapak Ki Hajar Dewantara ini terus berkiprah dalam dunia pendidikan demi mewujudkannya warga Indonesia yang cerdas dan berwawasan luas. Beliau mempertaruhkan hidupnya untuk memperjuangkan pendidikan hingga akhir khayatnya. Beliau wafat pada tanggal 26 April 1959 di Jogjakarta dan dimakamkan di Pemakaman Wijayabrata, Jogjakarta. Pemerintah Indonesia mengangkat Ki Hajar Dewantara selaku Pahlawan Pergerakan Nasional[7] pada tahun 1959.

  1. Usaha Ki Hajar Dewantara dalam Pendidikan
Perhatian beliau yang begitu dalam terhadap bgidang pendidikan, beliau melakukan beberapa usaha untuk mencapai cita-citanya tersebut. Berikut ini beberapa usaha-usaha beliau :
1.      Perjuangan sebelum mendirikan Taman Siswa[8] :
a.       Sebelum memasuki lapangan pendidikan beliau terlebih dahulu ia berjuang dalam lapangan politik. Beliau bersama dengan rekan yang lain yaitu Dr. Douwes Dekker (Dr. Setiabudhi) dan Dr. Cipto Mangunkusumo ia mendirikan suatu partai politik : Indische Partij (IP) 1912 yang bersifat revolusioner.
b.      Pada tahun 1912 belanda akan mengadakan perayaan memperingati kemerdekaan Nederland 100 tahun (dari pendindasan Napoleon), yang juga harus mengumpulkan uang sampai ke pelosok-pelosok. Maka Ki Hajar Dewantara mengeluarkan brosur yang pertama, berjudul “Als I Keens een Nederlander Was” (Seandainya aku seorang Belanda)[9]. Berikut ini kutipan tulisan dari Ki Hajar Dewantara.
If I am a Dutchman, I would not celebrate an independence ceremony in the country where we ourselves, denied their rights of freedom. Consistent with the way of the mind, it was not only unfair, but also inappropriate to ask the Inlander (native Indonesian) to provide funds for such festivities. The very idea of the independence festivities alone is quite insulting for them, and now we also scour their pockets. Come on, away with the physical and spiritual humiliation! Had I am a Dutchman, a particular case that offends our friends and countrymen, is the fact that the inlanders required to participate and bankrolled an activity that do not have the slightest importance for them[10].
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya"[11].
c.       Sekembalinya ke tanah air ia melanjutkan aksi politiknya pada tahun 1919 :
1)      Menjadi sekretaris Nasional Indische Partij (NIP)
2)      Menjadi redaktu ke-3 majalah NIP : “De Beweging”, “Persatuan India”, dan “Panggugah”.
d.      Karena semakin kejamnya Pemerintah Belanda terhadap pergerakan rakyat dan agar pekerjaan untuk kepentingan bangsa dapat bermanfaat, maka Ki Hajar Dewantara meninggalkan politik dan memasuki lapangan pendidikan  pada tahun 1921. Beliau menapaki sekolah “Adidarma”, Kepunyaan kakanya R. M. Suryopranoto.
2.      Perjuangan setelah mendirikan Taman Siswa[12]
a.       Pada tanggal 13 Juli 1922 Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara dan mula-mula bernama : “ National Onderwijs Institut Taman Siswa” yang pertamadi Jogjakarta. Kemudian diubah menjadi “Perguruan Kebangsaan Taan Siswa”.
Berikut ini Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara terdiri atas beberapa macam sebagai berikut[13] :
1)      Taman Indria (setara dengan TK) : Umur 5-6 tahun
2)      Taman Anak (Kelas I-III Sekolah Rendah atau Sekolah Dasar) : Umur 6-10 tahun
3)      Taman Muda (Kelas IV-VI Sekolah Rendah) : Umur 10-13 tahun
4)      Taman Dewasa (SMP)
5)      Taman Madya (SMA)
6)      Taman Guru
                                                                                           I.            Taman Guru B-1 (mendidik calon guru untuk Taman Anak dan Taman Muda)
                                                                                        II.            Taman Guru B-2 (satu tahun setelah Taman Guru B-1)
                                                                                     III.            Taman Guru B-3 (mendidik calon guru untuk Taman Dewasa) Taman Guru B-3 terdiri ats dua bagian yaitu:
                                                                                                                    i.            Bagian A : Jurusan Ilmu Pasti Alam
                                                                                                                  ii.            Bagian B : Jurusan Budaya
7)      Taman Guru Indria (mendidik anak wanita yang ingin menjadi guru pada Taman Indria)
b.      Perjuangannya menemui rintangan-rintangan yang tidak sedikit, namun dapat diatasinya.
c.       Zaman Jepang : dikeluarkannya peraturan tentang “Sekolah Partikelir”. Yang diperbolehkan dibuka hanya sekolah-0sekolah kejuruan saja (Kecuali sekolah guru), misalnya : urusan rumah tangga, pertanian, perindustrian, dan lain-lain. Karena itu Taman Dewasa diubah menjadi Taman Tani, sedangkan Taman Madya dan Taman Guru dibubarkan. Ki Hajar Dewantara pindah ke Jakarta karena diangkat menjadi saqlah seorang pemimpin “Putera” (Pusat Tenaga Rakyat) bersama dengan Ir. Soekarno, Bung Hatta dan Kiai H. Mas Mansoer. Keempat tokoh tersebut yang kemudian dikenal dengan empat serangkai.
d.      Jaman Indonesia merdeka, beliau menjadi :
a.       Menteri PPK
b.      Anggota dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung
c.       Anggota Parlemen
d.      Mendapat gelar “Doktor Honoris Causa” (Doktor Kehormatan) dalam ilmu Kebudayaan dari Universitas Negeri “Gajah Mada” pada tanggal 19 Desember 1956.

  1. Teori Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
1.      Panca Dharma
Dalam segala usaha Taman Siswa, baik yang mengenai pendidikan dan pengajaran, maupun berhubungan sdengan organisasi ataupun adat istiadat dalam hidup ke taman siswaaan ialah “Panca Dharma Taman Siswa[14]” yang memuat lima syarat :
a.       Azas Kemerdekaan
Kemerdekaan sebagai karunia Tuhan kepada semua makhluk manusia yang memberikan kepadanya “hak untuk mengatur dirinya sendiri”.
b.      Azas Kodrat Alam
Diri manusia menunjukkan adanya suatu kekuatan, sebagaimana telah ditentukan adanya oleh kekuatan dari ilahi. Kekuatan ini perlu dikembangkan agar anak mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup[15].
c.       Azas Kebudayaan
Membawa kebudayaan kebangsaan itu kearah kemajuan dunia dan kepentingan hidup rakyat lahir dan batin.
d.      Azas Kebangsaan
Melalui azas kebangsaan tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan, malahan harus menjadi bentuk dan fitrah kemanusiaan yang nyata. Oleh karena itu tidak mengandung arti permusuhan dengan bangsa lain, melainkan mengandung rasa satu dengan bangsa sendiri, rasa satu dalam suka dan duka, rasa satu dalam kehendak menuju kepada kebahagiaan hidup lahir serta batin seluruh bangsa.
e.       Azas Kemanusiaan
Bahwa darma tiap-tiap manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan, yang berarti kemajuan manusia lahir dan batin yang setinggi-tingginya yang dapat dilihat pada kesucian hati seseorang serta adanya rasa cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap makhluk Tuhan seluruhnya, yang bersifat keyakinan adanya hukum kemajuan yang meliputi alam semesta.
2.      Pendidikan Karakter melelui Tri Pusat Pendidikan
Menurut Ki Hajar Dewantara dalam memfokuskan penyelenggaraan pendidikan dengan “Tricentra” yang merupakan tempat pergaulan anak didik dan sebagai pusat pendidikan yang amat penting[16]. Berikut ini yang terkandung dalam Tricentra :
a.       Pendidikan di lingkungan keluarga
Lingkungan pendidikan ini merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Orangtua memegang peranan penting di dalam proses pendidikan[17].
b.      Pendidikan di lingkungan perguruan
Keluarga tentu tidak mampu memberikan semua kebutuhan pendidikan anak. Maka, keluarlah harus dibentuk oleh sekolah. Oleh karena itu, pada prinsipnya sekolah hanyalah menolong melayani kebutuhan yang belum dapat terlayani di dalam keluarga[18].
c.       Pendidikan di lingkungan kemasyarakatan atau alam pemuda
Anak perlu teman, perlu bergaul dengan teman dan orang lain agar mendapat wawasan yang luas. Di dalam pergaulan inilah anak-anak mendapatkan pendidikan[19].
Menurut Ki Hajar Dewantara tantang Tri pusat Pendidikan yaitu bahwa dalam mencapai tujuan pendidikan tidak mungkin tercapai jika melalui satu jalur saja. Berikut ini keterangan beliau tentang Tripusat Pendidikan[20]:
                                            i.            Ketiga pusat pendidikan itu harus berhubungan seakrab-akrabnya serta harmonis
                                          ii.            Bahwa alam keluarga tetap merupakan pusat pendidikan yang terpenting dan memberikan pendidikan budi pekerti, agama, dan laku sosial
                                        iii.            Bahwa perguruan sebagai balai wiyata yang memberikan ilmu pengetahuan dan pendidikan keterampilan
                                        iv.            Bahwa alam pemuda (yang sekarang diperluas menjadi lingkungan/alam kemasyarakatan) sebagai tempat sang anak berlatih membentuk watak atau karakter dan kepribadiannya.
                                          v.            Dasar pemikiran Ki Hadjar Dewantara ialah usaha untuk menghidupkan, menambah dan memberikan perasaan kesosialan sang anak
3.      Sistem Pendidikan
Dalam pelaksanaan pendidikan, Ki  Hajar Dewantara menggunakan “Sistem Among” sebagai perwujudan konsepsi beliau dalam menempatkan anak sebagai sentral proses pendidikan. Dalam sistem Among, maka setiap pamong (pengajar) sebagai pemimpin dalam proses pendidikan diwajibkan bersikap : Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani[21].
a.       Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ing ngarsa berarti di depan, atau orang yang lebih berpengalaman dan atau lebih berpengatahuan. Sedangkan tuladha berarti memberi contoh, memberi teladan. Jadi ing ngarsa sung tuladha mengandung makna, sebagai among atau pendidik adalah orang yang lebih berpengetahuan dan berpengalaman, hendaknya mampu menjadi contoh yang baik atau dapat dijadikan sebagai “Central Figure” bagi siswa.
Dan di dalam agama Islam lebih dikenal dengan Uswatun Khasanah اسوة حسنة) )yang dapt menjadi suri tauladan yang baik karena perilakunya. Firman Allah dalam Q.S Al Ahzab ayat 21[22] :

لقد كان لكم في رسو ل الله اسوة حسنة لمن كا ن يرجا الله واليوم الاخر وذكرالله كثيرا
Artinya :  “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu  (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”
b.      Ing Madya Mangun Karsa
Mangun karsa berarti membina kehendak, kemauan dan hasrat untuk mengabdikan diri kepada kepentingan umum, kepada cita-cita yang luhur. Sedangkan ing madya berarti di tengah-tengah, yang berarti dalam pergaulan dan hubungannya sehari-hari secara harmonis dan terbuka. Jadi ing madya mangun karsa mengandung makna bahwa pamong atau pendidik sebagai pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan minat, hasrat dan kemauan anak didik untuk dapat kreatif dan berkarya, guna mengabdikan diri kepada cita-cita yang luhur dan ideal.
c.       Tutwuri Handayani
Tutwuri berarti mengikuti dari belakang dengan penuh perhatian dan penuh tanggung jawab berdasarkan cinta dan kasih sayang yang bebas dari pamrih dan jauh dari sifat authoritative, possessive, protective dan permissive yang sewenang-wenang. Sedangkan handayani berarti memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian dan bimbingan yang memungkinkan anak didik atas inisiatif sendiri dan pengalaman sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis kodrat pribadinya.
4.      Corak dan Cara Pendidikan
Corak dan cara pendidikan menurut pandangan Ki Hadjar Dewantara patut kita jadikan sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan karakter. Corak pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara haruslah bersifat nasional. Artinya secara nasional pendidikan harus memiliki corak yang sama dengan tidak mengabaikan budaya lokal. Bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak suku, ras, dan agama hendaknya memiliki kesamaan corak dalam mengembangkan karakter anak bangsanya. Hal ini penting untuk menghindari terjadinya konflik fisik sebagai akibat banyaknya perbedaan[23].
Pemikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara bercorak nasional pada awalnya muncul dalam rangka mengubah sistem pendidikan kolonial menjadi sistem pendidikan nasional yang berdasarkan pada kebudayaan sendiri. Pendidikan yang dicita-citakan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah Pendidikan Nasional. Hal ini diinsyafi benar oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa perjuangan kemerdekaan bangsa harus didasari jiwa merdeka dan jiwa nasional dari bangsa itu. Hanya orang-orang yang berjiwa merdeka saja yang sanggup berjuang menuntut dan selanjutnya mempertahankan kemerdekaan. Syaratnya ialah Pendidikan Nasional, dan pendidikan merdeka pada anak-anak yang akan dapat memberi bekal kuat untuk membangun karakter bangsa[24].
Cara mendidik menurut Ki Hadjar Dewantara disebutnya sebagai “peralatan pendidikan”. Menurut Ki Hadjar Dewantara cara mendidik itu amat banyak, tetapi terdapat beberapa cara yang patut diperhatikan[25], yaitu:
a.       Memberi contoh (Voorbelt)
b.      Pembiasaan (Gewoontevorming)
c.       Pengajaran (wulang,wuruk)
d.      Laku (Zelfbeheersching)
e.       Pengalaman lahir dan batin (lakoni lan ngrasa)
Cara  pendidikan  yang  disebutkan  di  atas  sangatlah  tepat  untuk  membangun karakter anak bangsa. Pemberian contoh yang disertai dengan pembiasaan sangatlah tepat untuk menanamkan karakter pada peserta didik. Begitu juga pengajaran (wulang-wuruk) yang  disertai  contoh  tindakan  (laku)  akan  mempermudah  peserta  didik  dalam menginternalisasi  nilai-nilai  positif,  sebagai  bentuk  perwujudan  karakter.  Apalagi disempurnakan dengan pengalaman lahir dan batin maka menjadi sempurnalah karakter peserta didik.













BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Ki Hajar Dewantara merupakan Bapak Pendidikan Nasional yang memperjuangkan hak pendidikan bagi warga Indonesia. Beliau terus berkiprah hingga akhir hayatnya. Beliau mendirikan Taman Siswa sebagai wujud usaha dalam bidang pendidikan. Karena begitu besar jasanya terhadap perkembangan dunia pendidikan nasional kita, maka pada tanggal kelahirannya dijadikan sebagai “Hari Pendidikan Nasional” yaitu tanggal 02 Mei.
Menurut Ki Hajar Dewantara memfokuskan penyelenggaraan lembaga pendidikan dengan Tricentra yang merupakan tempat pergaulan anak didik dan sebagai pusat pendidikan. Tricentra tersebut meliputi :
1.      Pendidikan di lingkungan keluarga
2.      Pendidikan di lingkungan sekolah
3.      Pendidikan di lingkungan masyarakat
Dalam  pelaksanaan  pendidikan,  Ki  Hadjar  Dewantara  menggunakan  “Sistem Among” sebagai  perwujudan konsepsi beliau dalam menempatkan anak sebagai sentral proses pendidikan.  Dalam Sistem Among, maka setiap pamong sebagai pemimpin dalam proses  pendidikan  diwajibkan  bersikap:  Ing  ngarsa  sung  tuladha,  Ing  madya  mangun karsa, dan Tutwuri handayani.



DAFTAR PUSTAKA

Syukur, Fatah. 2012. SejarahPendidikan Islam. Semarang :PustakaRiski Putra.
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir.2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Soeratman, Darsiti. 1985. Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Djumhur dan Danasaputra. 1959. Sejarah Pendidikan. Bandung : CV ILMU Bandung.
Rajak, Abdul Husain. 1995. Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional.Solo : CV ANEKA.
Said.1981. Pendidikan Abad Keduapuluh dengan Latar Belakang Kebudayaannya. Jakarta: Mutiara.
Komandoko, Gamal.2008. 125 Pahlawan dan Pejuang Nusantara.Jakarta : PT. Buku Kita.
Sagimun. 1974. Ki Hajar Dewantara. Jakarta :Bhratara.
Hadi, Irna Soewito. 1985. Soewardi Soerjaningrat dalam pengasingan. Jakarta : PN Balai Pustaka.
Supriyono, Dwi. 2009. Tokoh dan Pahlawan Kebangkitan Nasional. Semarang : Aneka Ilmu.


[1] Djumhur dan Danasaputra, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung : CV ILMU Bandung, 1959), h 169.
[2] Ibid, h 169.
[3] Dikutip dari “Makalah Pendidikan Karakter menurut Ki Hajar Dewantara” oleh Haryanto. h 4, lihat http://www.scribd.com/doc/69970654/Pendidikan-Karakter-Menurut-Ki-Hajar-Dewantoro
[4] Abdul Rajak Husain, Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional, (Solo : CV ANEKA Solo, 1995), h 139.
[5] Dikutip dari Google: http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara hari Minggu, 07 Desember 2014, pukul 14:05, lihat Uang Kertas Bank Indonesia Pecahan: Rp. 20.000,-, Bank Indonesia, diakses tanggal 26 April 2011.
[6] Dikutip dari Google: http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara hari Minggu, 07 Desember 2014, pukul 14:07, lihat "DAFTAR NAMA PAHLAWAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA"
[7] Gamal Komandoko, 125 Pahlawan dan Pejuang Nusantara, (Jakarta : PT. Buku Kita), h 77.
[8] Ibid, h 169-171
[9] Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Ia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom Ki Hajar Dewantara yang paling terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan Douwes Dekker13 Juli 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda.
[10] Dikutip dari Google: http://en.wikipedia.org/wiki/Ki_Hajar_Dewantara hari Minggu, 07 Desember 2014, pukul 14:07
[11] Dikutip dari Google: http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara hari Minggu, 07 Desember 2014, pukul 14:07
[12] Gamal Komandoko, 125 Pahlawan dan Pejuang Nusantara, (Jakarta : PT. Buku Kita),  h  171-173
[13] Abdul Rajak Husain, Penyelenggaraan Sistem Pendidikan  Nasional, (Solo : CV ANEKA Solo, 1995), h 139
[14] Djumhur dan Danasaputra, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung :CV ILMU Bandung, 1959), h 175
[15] Dikutip dari google : http://fauzimerakbanten.blogspot.com/2012/05/peranan-ki-hajar-dewantara-dalam.html, hari senin 08 Desember 2014, 10:31.
[16] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana. 2010) h 224, lihat Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Renika Cipta, 1991), h 271-272
[17] Dikutip dari google : http://fauzimerakbanten.blogspot.com/2012/05/peranan-ki-hajar-dewantara-dalam.html hari senin 08 Desember 2014, 10:31.
[18] Dikutip dari google : http://fauzimerakbanten.blogspot.com/2012/05/peranan-ki-hajar-dewantara-dalam.html hari senin 08 Desember 2014, 10:31.
[19] Dikutip dari google : http://fauzimerakbanten.blogspot.com/2012/05/peranan-ki-hajar-dewantara-dalam.html hari senin 08 Desember 2014, 10:31.
[20] Dikutip dari “Makalah Pendidikan Karakter menurut Ki Hajar Dewantara” oleh Haryanto. h 7-8, lihat, http://www.scribd.com/doc/69970654/Pendidikan-Karakter-Menurut-Ki-Hajar-Dewantoro  hari senin 08 Desember 2014, 10:31.
[21] Dwi Supriyono, Tokoh dan Pahlawan Kebangkitan Nasional, (Semarang: PT. Aneka Ilmu. 2009),
h 26
[22] Dikutip dari Al Qur’an al Karim terjemah.
[23] Dikutip dari “Makalah Pendidikan Karakter menurut Ki Hajar Dewantara” oleh Haryanto. h 14
[24] Ibid
[25] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar